
LENSAINDONESIA.COM: Sejak 1 Januari 2014 menjadi batas akhir bagi semua daerah untuk melaksanakan amanat UU nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Yakni pelimpahan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah. Di Lamongan, pelimpahan ini berpotensi mengurangi penerimaan pajak daerah.
Fadeli saat membuka sosialisasi terkait hal itu di Pendopo Lokatantra, Kamis (18/4/2013), mengungkapkan peluang turunnya penerimaan pajak dari pos PBB-P2 itu ketika akan dilimpahkan pengelolaannya kepada daerah. Dia menyebut berkurangnya penerimaan itu karena sebelumnya Lamongan dari PBB-P2 ini, diluar dana bagi hasil, pajak, selalu menerima dana insentif dan dana pemerataan.
Baca juga: Industri Rokok di Lamongan Serap 4.481 Tenaga Kerja
Potensi pajak Lamongan dari pos PBB-P2 selama ini sekitar Rp 19,3 miliar. Sementara dana bagi hasil dari pusat sekitar Rp 20,3 miliar. Yakni sebesar 64,8 persen dari keseluruhan penerimaan pajak dari daerah se Indonesia yang kemudian dibagi rata.
Dia menyebut penurunan serupa terjadi ketika ada pengalihan pengeolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dari yang semula pemasukannya sekitar Rp 5,4 miliar, turun menjadi Rp 1,5 miliar. Meski penerimaannya kemudian bisa naik menjadi Rp 2,5 miliar di tahun ini.
Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Aziz yang juga hadir dalam sosialisasi mengundang camat dan notaris di Lamongan itu, mengatakan penerapan undang-undang tersebut bagian dari implementasi desentralisasi daerah. Bukan hanya dari sisi politik, namun juga dari sisi fiskal.
Dikatakannya, desentralisasi politik yang dimulai pasca reformasi telah membuat pembangunan di daerah maju pesat. Terutama, imbuh dia, jika antara visi dan implementasi kepala daerah, baik gubenrur, bupati maupun walikota, berjalan seiring.
Namun menurut dia, itu (desentralisasi politik) belum cukup. Harus ada keadilan fiskal dengan mendesentralisasikannya ke daerah. Dia juga menyebut system perpajakan selama ini hanya menguntungkan daerah kota dan lebih menguntungkan lagi bagi ibu kota (Jakarta).
“Pengalihan PBB-P2 ke daerah ini hanya langkah kecil dari upaya keadilan fiskal di negeri ini. Karena PBB-P2 obyeknya memang berada di daerah. Selanjutnya pajak penjualan juga harus diberikan pada daerah. Karena transaksinya terjadi di daerah. Hanya dengan keadilan fiskal inilah, NKRI masih bisa dijaga utuh,” kata dia.
Saat ini, sebut dia, hanya ada dua daerah yang memeperoleh keistimewaan menerima tambahan dana transfer dari pusat di luar DAK, DAU dan DBH. Yakni Aceh dan Papua yang menerima dana penyesuaian. “Kebijakan ini (Papua dan Aceh) sangat politis,” ujarnya.
Yusrizal Ilyas, Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi pada Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI di kesempatan itu mewanti-wanti agar daerah tidak tertipu oleh pihak-pihak tidak jelas yang menjanjikan bisa menambah dana transfer dari pusat. Karena dia saat sosialisasi serupa di daearh lain dilapori terkait itu.
“Kemenkeu dalam penentuan dana transfer berpegang pada data, lets data talk. Hati-hati kalau ada yang menawarkan dana tambahan transfer dari pusat,” ujar Yusrizal.
Lamongan, kata dia, dalam kacamata Kemenkeu termasuk daerah berprestasi dengan parameter opini BPK selalu Wajar Dengan Pengecualian selama empat tahun terakhir dan penetapan APBDnya selalu tepat waktu.@ali muhtar
%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D71109422.19e68342202aea5c29fddab0ace8c627%3B)

%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D42899140.19e68342202aea5c29fddab0ace8c627%3B)