LENSAINDONESIA.COM: Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menyesali bahwa pemerintah melalui BPH Migas selalu pilih kasih saat membuat kebijakan dan terkesan menganaktirikan Pertamina. Kekesalan tersebut terungkap seiring tidak direstuinya Pertamina untuk menaikan harga jual LPG Non Subsidi (LPG Tabung 12kg/ 50kg).
Diungkapkan Presiden FSPPB, Ugan Gandar, Selasa (08/01/2013), ketika Pertamina mengalami problem, seperti pada saat BBM bersubsidi (BBM PSO) langka, semua pihak malah menyalahkan Pertamina.
Padahal, menurut Ugan, hal tersebut bukanlah kesalahan Pertamina. Karena jelas-jelas berdasarkan kebijakan pembatasan kuota bbm bersubsidi yang ditetapkan pemerintah dan disetujui DPR RI.
Ugan menambahkan, juga ketika pemerintah harus menambah kuota BBM bersubsidi di tahun 2012 sebanyak 1,23 juta kiloliter atau setara dengan Rp6 triliun, Pertamina juga yang harus menanggung pembiayaannya dengan menalangi terlebih dahulu dan baru akan dibayar oleh pemerintah pada tahun anggaran 2013, itupun harus diperjuangkan oleh Pertamina agar bisa direalisir pada tahun 2013.
“Pertanyaan kami para pekerja Pertamina, mengapa beban tersebut tidak dishare ke Shell, Petronas, AKR dan SPN yang juga ditugaskan melaksanakan distribusi BBM PSO. Toh selama ini mereka kan juga ditugaskan mendistribusikan BBM PSO. Bukan hanya Pertamina saja,” tandas Ugan.
Sperti diketahui sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, meminta BPH Migas mengawal kuota BBM bersubsidi sebesar 46 juta kiloliter di tahun 2013 dan melakukan koordinasi dengan 3 Badan Usaha yang ditugaskan untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian BBM jenis tertentu.
Dalam hal ini adalah PT Pertamina (Persero) mendapat kuota penugasan sebesar 45.010.000 KL, PT AKR Corporindo, Tbk sebesar 267.892 KL, dan PT Surya Parna Niaga sebesar 119.150 KL. Dengan cadangan volume sebesar 612.958 KL.
“Terhadap BBM PSO cadangan ini yang menggelitik kami, mau dikasih ke siapa saja tuh nantinya cadangan BBM pos yang sebesar 612 000 KL tersebut,” sindir Ugan.
Selanjutnya, kata Ugan, ketika pemerintah di awal tahun 2013 membuat kebijakan baru terkait kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) yang dinaikan 15%, sementara terhadap LPG 12 kg dan 50kg malah Pemerintah tidak menyetujuinya.
Hal tersebut menjadi tanda tanya FSPPB, karena mengapa tidak pemerintah menaikkan TDL dan LPG 12kg/ 50kg yang sama-sama telah terbukti membebani BUMN PLN dan BUMN Pertamina.
“Apakah kerugian Pertamina dalam menjual LPG tabung 12 Kilogram dan 50 Kilogram selama ini sebesar Rp 20 triliun tidak pula dianggap oleh pemerintah sebagai kerugian Pemerintah. Apakah Pertamina dianggap sebagai perusahaan bukan milik pemerintah, sehingga kerugian Pertamina disektor penjualan LPG non subsidi tersebut tidak berdampak terhadap Pemerintah, dan tidak dipermasalahkan oleh petinggi pemerintah. Pertanyaan ini harus nya mampu menggelitik nurani para petinggi di Republik ini, tapi sayangnya nurani mereka tak tergerak sedikitpun,” tutur Ugan.
Dalam hal ini pemerintah memberikan pertimbangan bahwa kenaikan TDL hanya diberlakukan kepada pelanggan atau pengguna listrik di atas 900V A karena kelompok ini dinilai Pemerintah dan DPRRI sebagai kelompok golongan mampu.
Menurut hemat Ugan, sedangkan pada pengguna elpiji, bukankah Pemerintah dan DPR RI sudah sejak beberapa tahun yang lalu bahkan secara tertulis telah menetapkan bahwa masyarakat golongan tidak mampu ditetapkan diberikan subsidi pada elpiji tabung 3kg.
Yang artinya pengguna elpiji tabung 12kg dan 50kg adalah golongan mampu. Namun, kenyataan yang terjadi Pemerintah dan DPRRI “seakan” saling dan tetap sepakat bahwa golongan mampu pengguna elpiji tabung 12kg dan 50kg tetap harus disubsidi oleh Pertamina dan dalam tanda kutip oleh pemerintah pula.
“Ada kepentingan politik apa dibalik ini semua. Jika Pertamina ingin menaikkan harga Elpiji tabung 12 kg dan tabung 50kg, janganlah pula dianggap bahwa kami Pertamina, tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat. Karena, selama ini pertamina sudah peduli terhadap masyarakat dengan bersedia menanggung kerugian tersebut yang jumlah nya puluhan triliun rupiah.
Dan perlu diingat, Elpiji 12 kg dan 50kg tersebut konsumennya adalah konsumen dan golongan mampu,” tegasnya. @Lysistrata