
Oleh: Nur Hidayat, Wartawan lensaindonesia.com di Bojonegoro
KPK secara resmi telah menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka korupsi proyek Hambalang. Sebelum-sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat ini dengan lantangnya menyatakan bahwa siap digantung di Tugu Monas bila terbukti ikut korupsi proyek pembangunan kawasan Pusat Pendidikan, Pengembangan dan Sekolah Olahraga Nasional, di bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu meski pun hanya satu rupiah.
Baca juga: KPK Batal Ekspose Status Hukum Anas, Ada Apa? dan Pimpinan KPK Terlibat Bocorkan "Sprindik" Anas Urbaningrum?
Saat ini, Anas telah dicegah ke luar negeri dan menjadi tersangka. Meski hukuman gantung itu tidak diterapkan di negeri ini, namun publik selalu beetanya apakah mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam periode 1997-1999 itu akan menepati janjinya bila terbukti bersalah?
Pernyataan yang siap digantung di Monas menjadi statemen yang popoler. Sampai-sampai setiap melihat Tugu Momas, orang akan teringat Anas, atau sebalaiknya.
Sementara statemen yang kuat itu, ternyata bukan seperti sekedar bantahan terhadap ocehen mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, bahwa Anas “kecipratan” uang korupsi Hambalang, tetapi juga meyakinkan publik dan konstituen, bahwa Anas adalah sosok yang bersih.
Ditetetapkanya Anas Urbaningrum sebagai tersangka oleh KPK adalah tsunami politik. Baik untuk karis politik Anas secara pribadi atau mungkin bagi Partai Demokrat sendiri yang kini tengah berjibaku membanguan elektabilitas.
Sikap tenang Anas sampai masih menjadi tanda tanya besar. Apakah mantan anggota KPU pusat itu benar-benar tidak terlibat korupsi Hambalang. Atau, Anas sikap tenang Anas tersebut karena dia hanya bisa menguasi keadaan walau sejatinya ia dalang korupsi mega proyek itu.
Sebagai organisatoris, tentu Anas tidak pasrah begitu saja menghadapi waktu dan keadaan yang tengah terjadi saat ini.
Langkah “pencongkelan” Ketua umum ini mengkin adalah jawaban agar elektabilitas Partai Demokrat kembali pada posisi semula karena lepas dari “label” partai korup. Akan tetapi, hasil sebaliknya bisa terjadi bila Anas Urbaningrum ternyata tidak terbukti bersalah atau melawan dengan mengeluarkan kartu-kartu truf yang selama ini ia simpan.
Secara transparan, pelengseran Anas dari kursi ketua umum memang tidak lepas dari rangkain sekanario hukum dan politik kekuasan. Publik juga menduga penetapan Anas sebagai tersangka oleh KPK ditunggangi muatan politis karena ada peristiwa-peristiwa yang mendahului sebelum penetapan tersebut.
Bahkan, penetapan Anas sebagai tersangka sebenarnya sudah bisa dipastikan sebelum KPK secara resmi mengumumkannya. Adian menyebut pidato SBY yang secara eksplisit mengambilalih kendali PD dan meminta Anas fokus pada kasus hukum dugaan korupsi yang ditangani KPK. Ini merupakan sinyal kuat bahwa karier politik bekas anggota KPU itu bakal dihabisi.
Disamping itu, publik juga mentelaah, pakta itegritas yang salah satu poin dalam Pakta Integritas itu mengharuskan kader PD lengser dari jabatan struktural partai saat menjadi tersangka korupsi adalah sebuah perangkap bagi Anas agar secepat mungkin meletakkan tahtanya. Sebab, selang 8 hari Anas dan loyalisnya menandatangani pakta integritas yang disodorkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), KPK lalu mengumumkan status Anas sebagai tersangka.
Disadari atau tidak, gonjang-ganjing di tubuh Partai Demokrat selama ini telah mempengaruhi keperecayaan publik. Terlepas ada atau tanpa Anas. Artinnya, mundurnya Anas dari kursi ketua umum saat ini bukanlan jawaban bagi Partai Demokrat untuk mendongkrak elektabilitas partai pada Pemilu 2014 mendatang.
Bila begitu, apakah upaya mencongkel ketua umum dengan dalih penyelematan partai ini adalah satu-satunya jalan? kita tunggu hasilnya.
%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D54791082.ef5e0cdb27b3b0766f581d1394ee8d1a%3B)

%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D90968163.ef5e0cdb27b3b0766f581d1394ee8d1a%3B)