
LENSAINDONESIA.COM : Meski Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Kadindik Surabaya, Ikhsan bersikeras tetap melakukan mutasi terhadap 1.217 guru, namun kalangan legislatif menganggap kebijakan tersebut cacat hukum.
Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Baktiono mengatakan Pemkot tidak paham dasar hukum dan penerapan Perda No 16 tahun 2012 tentang penyelenggara pendidikan. ”Kalau memang mereka ngotot, dasar apa yang dimiliki. Sudah jelas mutasi dilakukan melalui beberapa tahapan sesuai Perda 16 tahun 2012,” ungkap politisi dari Fraksi PDIP.
Bahkan, Baktiono menganggap kebijakan tersebut terkesan ngawur karena waktunya tidak tepat. Menurutnya seharusnya mutasi guru dilakukan pergantian tahun ajaran sehingga tidak mempengaruhi proses belajar mengajar. ”Kita lihat sendiri akibatnya, banyak murid yang tidak terima gurunya dipindah. Mungkin ini tidak terjadi jika dilakukan waktu kenaikan kelas,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota Komisi D Khusnul Khotimah mengatakan Dindik Surabaya tidak bisa begitu saja melakukan mutasi tanpa mempunyai data base guru di Surabaya. Hal ini menurutnya bisa menimbulkan penilaian like an dislike dari internal sekolah.
“Kenyataanya banyak yang protes tentang bagaimana tolak ukur guru yang dimutasi. Seharunya ada data analisis yang berupa SWOT terkait penilaian guru,” ungkap perempuan yang juga anggota pansus Perda pendidikan ini.@iwan_christiono
%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D93924230.0581b3b4796cfa89cd2a56726e44f27f%3B)

%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D73040381.0581b3b4796cfa89cd2a56726e44f27f%3B)