
LENSAINDONESIA.COM: Bagi pendiri Forum Kota (Forkot) Adian Napitupulu, sebuah ‘gelar’ dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif tidak berarti apa-apa. Pasalnya, gelar itu masih kalah dibandingkan tingginya biaya politik.
“Karena yang berbicara saat ini adalah uang. Tidak peduli jabatan atau gelar yang disandang sang caleg (calon legislatif) Kiai kah, mantan aktivis kah, maupun Doktor
kah,” ujar Adian yang juga caleg PDI-Perjuangan saat diskusi yang bertema ‘Menguak Caleg Mantan Narapidana Politik dan Aktivis di Pemilu 2014′ yang digelar di
Media Center KPU Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/05/2013).
Baca juga: Jelang Pemilu 2014, suara Partai Gerindra diperkirakan pindah ke PDIP dan Diprediksi hanya 1,3 persen suara, Hanura yakin menang Pemilu 2014
Mantan aktivis 98 ini juga memberikan contoh ketika dirinya menjadi caleg pada Pemilu 2009. Pada saat itu, dirinya harus mendatangi ratusan desa di Kabupaten Bogor untuk melakukan pendekatan ke masyarakat di daerah pemilihan. Saat mengunjungi satu desa, Adian mengaku sedikitnya mengeluarkan uang sebanyak 2 juta Rupiah.
“Itu sudah ongkos dan makan. Nanti, ada pemuda karang taruna minta baju kostum bola itu kita kasih 500 ribu. Lalu, ibu-ibu pengajian minta sumbangan,” bebernya.
Hal ini, lanjutnya, jika ada dua ratus desa, maka dana yang dibutuhkan bisa sekitar Rp 400 juta. “Itu belum atribut kampanye seperti kaos, baliho dan spanduk,” ungkap Adian.
Alhasil, dirinya berpendapat bahwa dalam pencalegkan salah satu penentu adalah biaya yang besar. @yuanto
%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D73503940.d6d2301367304626943024e71a999819%3B)

%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D59989076.d6d2301367304626943024e71a999819%3B)