
LENSAINDONESIA.COM: Sebanyak 25 buruh pabrik pembuatan alumunium balok dan kuali di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, mengakami penyekapan perlakuan tidak manusiawi dari bosnya selama berbulan-bulan.
Kasus ‘perbudakan’ ini terbonhgkar setelah dua orang buruh asal Lampung yang kabur dari lokasi pabrik melapor ke polisi, Jumat, (03/05/2013).
Baca juga: Komnas HAM minta aparat beking perbudakan di Tangerang diusut dan Buruh pabrik kuali enam bulan mengalami penyiksaan
Menurut pengakuan buruh tadi, bos mereka telah memperlakukan mereka secara tidak manusiawi, seperti menyiksa dan menyekap karyawan, mempekerjakan anak di bawah umur, serta para karyawan tidak diberi upah standar.
Dari laporan itu, Jumat siang kemarin, gabungan dari Polda Metro, Polda Lampung, dan Polresta Tangerang, menggerebek lokasi Pabrik yang telah melakukan pelanggaran HAM ini.
Di lokasi, polisi menemukan beberapa fakta soal usaha industri rumahan tersebut, yaitu tempat usaha industri tidak memiliki izin industri dari Pemerintah Kabupaten Tangerang, tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup seluas 8 meter x 6 meter tanpa ranjang tempat tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, serta kamar mandi yang kondisinya kotor dan jorok karena tidak terawat.
“Buruh dijanjikan mendapat upah sebesar Rp 600 ribu perbulan. Tapi gaji tidak pernah diberikan,” sebut Shinto, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Tangerang.
Tak hanya itu, dompet dan HP buruh ketika awal bekerja disita oleh bosnya itu tanpa penjelasan.
Saat penggerebekan, polisi juga menemukan enam karyawan yang dikurung di ruangan dan dikunci dari luar. Kondisi para buruh itu dengan pakaian kumal, tak terurus, dan sudah berbulan-bulan tak diganti.
“Kondisi tubuh buruh juga tidak terawat. Rambut cokelat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit,” kata Shinto.
Para buruh tersebut mengaku diperlakukan tidak manusiwi. Hak-hak terkait kesehatan dan hak untuk berkomunikasi diabaikan oleh pemilik usaha tersebut. Polisi juga menemukan empat orang buruh yang masih berusia di bawah 17 tahun dengan status masih anak-anak.
“Ini perkara tidak biasa. Penganiayaan, penyekapan, pemerasan, pelanggaran hak tenaga kerja, perlanggaran perlindungan anak dan perdata, ada di dalam kasus ini.” Kata Yati Andriyani, Kepala Divisi Advokasi dan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) siang tadi.
Yati mendesak agar pelaku dihukum seadil-adilnya atas pelanggaran itu.”Bukan soal aniaya dan hak tenaga kerja saja, perbudakan dan pemerasan ada di dalam perkara ini,” ujar Yati.@ridwan_licom/tc
%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D64668175.3585e2c1b393f42abcab22111ea54290%3B)

%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D17034418.3585e2c1b393f42abcab22111ea54290%3B)