Quantcast
Channel: lensaindonesia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 50591

AJI prihatin media massa nasional tidak bahas isu kemanusiaan

$
0
0

LENSAINDONESIA.COM: Kurangnya media-media massa nasional yang memfokuskan pemberitaan pada isu-isu
kemanusian ternyata menimbulkan asa bagi pegiat isu kemanusiaan. Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Dhandy Laksono melihat peranan sosial media seperti facebook, twitter dan blog di dalam menciptakan jurnalisme warga yang sensitif terhadap perjuangan nilai-nilai hak asasi manusia itu sendiri.

Hal ini menurut Dhandy, meski era kelam dunia demokrasi di Indonesia telah berlalu dengan runtuhnya rezim diktator Soeharto. Akan tetapi, pola-pola oligarki di dalam dunia media massa masih terus digalakan. Alhasil, keterlibatan masyarakat di dalam menciptakan jurnalisme warga harus semakin ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Baca juga: AJI ajak jurnalis kritisi lingkungan, ikut "ICCTF Media Award 2013" dan Ribuan Wartawan AJI Belum Tersertifikasi

“Jumlah penduduk yang melek tulisan itu luar biasa, ada 3,7 juta identitas blogger saat ini,” ujar Dhandy dalam diskusi kamisan bertajuk “Dengan Kamisan Kami Melawan” yang digelar Jaringan Solidaritas Keadilan untuk Korban (JSKK) di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (25/04/2013).

Lebih lanjut, Dandy menambahkan, penguasaan media massa oleh segelintir orang telah menyebabkan distribusi informasi yang semulanya sebagai sarana perjuangan aktivisme perlahan-lahan berubah dan lebih pada kepentingan bisnis semata.

“Ada penguasaan media. Memang problematik sekarang ya yang punya media selalu berafiliasi (partai), tapi lebih bahayanya yang tidak terang-terangan berafiliasi dengan media,” imbuhnya.

Dhandy pun menerangkan, “Sehingga dengan menghidupkan jurnalisme warga akan menjadi kekuatan yang mampu memperjuangkan nilai-nilai kemanusian itu,” tandasnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan pihak-pihak yang selalu memperjuangkan nilai-nilai demokrasi untuk kembali menghidupkan jurnalisme yang bercorak aktivisme di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan mengaktifkan kembali 7 poin yang ia tawarkan;

1. Hidupkan kembali tradisi fact finding untuk public report,
2. Perhebat tekanan ke industri media,
3. Galang dukungan dari opinion leader,
4. Mempengaruhi produk-produk budaya (buku, film, teater, mural, dll),
5. Perhebat kampanye di social media (termasuk audio visual),
6. Manfaatkan jurnalisme warga sebagai aktivis informasi,
7. Kembali ke kampanye internasional.

Sementara itu, terkait soal kampanye internasional, menurut Dhandy langkah tersebut harus kembali dilakukan karena setelah rezim Soeharto berakhir, masyarakat Indonesia terlampau uforia di dalam menyambut reformasi, sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia luar pun mulai dibatasi, frekuensi media asing yang melakukan siaran perlahan-lahan menghilang.

“Kita dianggap sudah demokratis, ternyata itu hanya ilusi. Mari kita kampanye ke dunia internasional,” imbaunya. @yuanto

alexa ComScore Quantcast Google Analytics NOscript alexa ComScore Quantcast Google Analytics NOscript

Viewing all articles
Browse latest Browse all 50591

Trending Articles