
LENSAINDONESIA.COM: Sikap Mahkamah Agung (MA) yang akhirnya mengabulkan permohonan Dewan Perwakilan Daerah Garut (DPR) untuk melengserkan Bupati Aceng Fikri patut diapresiasi dan didukung. Perilaku Aceng Fikri sebagai Bupati Garut dengan menikahi anak dibawah umur secara siri dan menceraikan dalam hitungan jari telah menuai kontroversi.
Demikian disampaikan calon Gubernur Jawa Barat Rieke Diah Pitaloka dalam keterangannya kepada LICOM, malam ini (Kamis, 25/1/2012).
“Secara pribadi, berulang kali saya mengecam sikap Aceng yang terang-terangan melecehkan perempuan. Bukan hanya itu, sikap Aceng juga memperlihatkan kebangkrutan moril pejabat publik,” ujar Rieke yang politisi PDIP ini.
Dalam aturan perundangan, tindakan Aceng pun telah melanggar pasal 2 ayat 2 UU 1/1974 tentang Perkawinan yang berbunyi; “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Aceng juga melanggar pasal 27 ayat f UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi; “Pejabat publik harus menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah”.
“Secara etis, moral dan sosial, perilaku Aceng merupakan penghinaan terhadap rakyat. Ia secara terang-terangan mempertontonkan sebuah arogansi kekuasaan yang mandul empati terhadap rakyatnya,” tambahnya.
Di saat Kabupaten Garut masih tercatat sebagai salah satu daerah tertinggal, Aceng malah berbuat yang tidak-tidak.
“Yang paling menyedihkan adalah RSUD terancam bangkrut karena sistem dan kebijakan politik anggaran yang sangat tidak profesional dan berindikasi korupsi. Ketika rakyat ada dalam kemiskinan dan berjibaku dalam kehidupan yang sangat sulit, tentu sebuah pengkhinatan terhadap rakyat dengan mengumbar hasrat syahwat bahkan secara terbuka dan terang-terangan didepan publik,” demikian Rieke. @ari
%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D91484454.a657a34c7a0117f926eb33a069d647d8%3B)

%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D47150308.a657a34c7a0117f926eb33a069d647d8%3B)