
LENSAINDONESIA.COM: Investasi pertanian di luar negeri yang akan dilakukan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Chairul Tanjung, menuai reaksi keras. Bahkan Ketua Dewan Pimpinan Nasioanl Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-REPDEM) Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada, Kamis (14/3/2013) menilai rencana investasi di manca negara tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap petani Indonesia.
“Terus terang saya menilai rencana KEN melakukan investasi di luar negeri itu menyesatkan. Bahkan, menurut saya itu menghina petani kita sendiri. Sebab, sangat tidak masuk akal kekayaan alam diserahkan pada asing. Di sisi lain, justru kita melakukan investasi di luar negeri,” tutur Sidik Suhada kepada wartawan.
Baca juga: PKS Elu-elu Nama Chairul Tanjung Sebagai Capres 2014 dan Detikcom Resmi Dibeli Chairul Tanjung Transcorp Rp 540 Miliar
Menurut dia, investasi di luar negeri itu bisa dilakukan jika kondisi pertanian Indonesia memang tidak memungkinkan. Padahal, kondisi pertanian Indonesia sangat subur. Bahkan, terang dia, Indonesia hingga saat ini masih ‘terjajah’ lantaran tanahnya subur dan kekayaan alamnya melimpah.
Jika selama ini sering terjadi krisis pangan, tegas dia, itu karena salah kelola.
“Makanyaa saya heran, jika Ketua KEN yang mengaku anak singkong, ternyata terkesan tidak mengenal Indonesia sama sekali,” katanya.
Akibatnya, ungkap dia, pemerintah melepas jutaan hektare tanah untuk melayani perusahaan asing demi kepentingan pangan negara lain. Dia contohkan seperti program Merauke Integrated Food and Energy Estaoyonte ( MIFEE) di Marauke. Lahan yang dimanfaatkan seluas 228.777 hektare. Jangka menengah luas lahan ditambah seluas 609.149 hektare dan jangka panjang ditambah 203.609 hektare. Total luas lahan MIFEE mencapai 2,5 juta hektare.
Padahal, di kawasan tersebut ada sebanyak 32 perusahaan yang mendapat izin prinsip bergerak pada berbagai sektor. Izin itu terdata di Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah dan Perizinan (BKPMDP) Pemerintah Kabupaten Merauke.
Lahan sebanyak itu dimanfaatkan untuk sawit seluas 316.347 hektare, tebu 156.812 hektare, jagung 97 ribu hektare, tanaman pangan 69 ribu hektare. Selain itu, pengolahan kayu serpih 2.818 hektare dan areal pembangunan dermaga 1.200 hektare. Sehingga, BKPMDP sudah mengeluarkan izin prinsip lahan seluas 1,6 juta hektare.
Di antara perusahaan yang mengerjakan proyek MIFEE itu disebutkan seperti Wilmar Food Group, Sinarmas, Bakrie Sumatera Plantation, Medco, Bangun Cipta Sarana dan Artha Graha. Menurut dia, Wilmar mendapat alokasi seluas 200 ribu hektare. Padahal cetak biru swasembada gula nasional 2010-2014, Wilmar hanya membutuhkan lahan seluas 10 ribu hektare. Dengan kebutuhan tambahan areal 10 ribu hektare dengan kapasitas pabrik gula 8.000 ton per hari. Wilmar merupakan kerusahaan asal Amerika yang didirikan sejak 2000.
Kasus serupa, kata dia, terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Korporasi asing diberi tanah untuk mengelola lahan pertanian di Indonesia. Namun, Indonesia justru terus mengalami krisis pangan dan energi. Karena itu, Sidik menuntut pemerintah mengavaluasi segala kebijakan di sektor pertanian tersebut. Sebab, berdasarkan data di BPN ada 4,8 juta hektare lahan perkebunan yang dikuasai swasta terlantar.@aji dewa roisky
%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D97109716.5182ce430db379b5704f4c2bc55dfcce%3B)

%7Cutmcsr%3D(direct)%7Cutmcmd%3D(none)%3B%2B__utmv%3D22977797.5182ce430db379b5704f4c2bc55dfcce%3B)